Era gigs economy, atau ekonomi gig, telah mengubah lanskap dunia kerja dengan memberikan lebih banyak peluang bagi pekerjaan berbasis proyek, pekerja lepas, dan pekerjaan fleksibel lainnya. Dalam konteks ini, penting untuk mempertimbangkan pembangunan sumber daya manusia (SDM) yang sesuai dengan tuntutan dan dinamika ekonomi masa kini. Penting bagi kita untuk mempersiapkan diri secara optimal untuk menghadapi tantangan dan peluang yang ditawarkan oleh gigs economy.
Salah satu tantangan utama dalam gigs economy adalah tingginya tingkat fleksibilitas dan ketidakpastian pekerjaan. Pekerja sering kali harus beradaptasi dengan proyek-proyek baru dan harus siap untuk perubahan yang cepat. Ini menuntut keterampilan dan kemampuan adaptasi yang kuat agar tetap relevan di pasar kerja yang berubah dengan cepat.
Gigs economy juga seringkali tidak menyediakan jaminan sosial yang memadai seperti tunjangan kesehatan dan pensiun. Pekerja seringkali harus memikirkan sendiri perlindungan sosial dan jaminan masa depan, sehingga membutuhkan kecerdasan finansial dan kemampuan mengatur keuangan dengan bijak.
Era gigs economy menawarkan peluang untuk terus belajar dan mengembangkan keterampilan baru. Dengan adanya akses yang mudah ke sumber daya pendidikan dan pelatihan online, pekerja dapat memanfaatkannya untuk meningkatkan keterampilan yang relevan dengan pasar kerja. Mempelajari keterampilan digital, kepemimpinan, dan kewirausahaan menjadi penting untuk memperluas peluang karir.
Di era gigs economy, jaringan dan kemitraan memiliki peranan yang krusial. Membangun dan memelihara jaringan yang kuat dengan sesama profesional dan pemberi proyek dapat membuka pintu kesempatan baru. Melalui kolaborasi dan kemitraan, pekerja dapat mendapatkan proyek-proyek yang lebih menarik dan membangun reputasi yang baik di pasar.
Amerika Serikat telah menjadi salah satu pemimpin dalam gigs economy. Platform-platform seperti Uber, Airbnb, dan TaskRabbit telah menciptakan jutaan pekerjaan gig di negara ini. Namun, tantangan juga muncul, termasuk ketidakpastian pekerjaan dan isu-isu keamanan sosial. Pemerintah AS berupaya untuk mengatasi isu-isu ini dengan mendorong inovasi kebijakan dan melindungi hak-hak pekerja gig.
Sedangkan di Singapura juga mengalami pertumbuhan yang signifikan dalam gigs economy. Platform-platform seperti Grab dan Deliveroo telah menciptakan peluang kerja yang besar di sektor transportasi dan pengiriman makanan. Pemerintah Singapura telah berkomitmen untuk membangun ekosistem yang kondusif bagi gig economy dengan mengeluarkan kebijakan dan program yang mendukung pelatihan keterampilan, perlindungan pekerja, dan pengembangan wirausaha.
Di Indonesia sendiri, industri gigs economy telah mengalami pertumbuhan yang pesat, terutama di sektor transportasi online, pengiriman makanan, dan jasa online lainnya. Hal ini menciptakan peluang kerja baru bagi banyak individu yang mencari pekerjaan atau penghasilan tambahan.
Namun perlu diketahui bersama, Pekerja gig menghadapi tingkat ketidakpastian yang tinggi dalam hal pekerjaan dan pendapatan. Mereka sering kali tidak memiliki jaminan pekerjaan jangka panjang dan menghadapi fluktuasi pendapatan yang signifikan. Pekerja gig sering kali tidak mendapatkan perlindungan sosial yang memadai, seperti jaminan kesehatan, tunjangan pensiun, atau cuti sakit. Hal ini meningkatkan risiko ketidakstabilan keuangan dan ketidakmampuan menghadapi risiko kesehatan atau keadaan darurat.
Tapi, salah satu keunggulan pekerjaan gig adalah fleksibilitas waktu dan kebebasan dalam memilih pekerjaan. Banyak pekerja gig melaporkan bahwa mereka menikmati fleksibilitas ini dan dapat mengatur waktu kerja sesuai kebutuhan mereka. Maka dari itu, pemerintah perlu juga membuat kebijakan yang mendukung dalam melindungi hak-hak pekerja gig, termasuk perlindungan sosial dan akses ke layanan kesehatan. Regulasi yang baik dapat membantu menciptakan lingkungan kerja yang adil dan seimbang.
Dengan demikian, pertama, pemerintah perlu mengembangkan kebijakan dan regulasi yang sesuai dengan realitas gigs economy. Regulasi tersebut harus memperhatikan perlindungan sosial, hak-hak pekerja, dan keadilan dalam hubungan kerja. Hal ini termasuk memberikan perlindungan kesehatan, jaminan sosial, dan akses terhadap program pelatihan dan pengembangan keterampilan.
kedua, pemerintah dapat memperkuat akses pendidikan dan pelatihan yang relevan dengan gigs economy. Ini dapat dilakukan dengan menyediakan program pendidikan vokasional, pelatihan keterampilan digital, dan kursus yang mendukung pengembangan keterampilan wirausaha. Pemerintah juga dapat berkolaborasi dengan lembaga pendidikan dan sektor swasta untuk menciptakan program pelatihan yang terjangkau dan mudah diakses.
ketiga, pemerintah dapat mendorong kewirausahaan di kalangan pekerja gig dengan menyediakan dukungan, sumber daya, dan akses ke pembiayaan. Ini dapat meliputi penyediaan inkubator bisnis, akses ke pembiayaan mikro, dan layanan konsultasi untuk membantu pekerja gig dalam memulai dan mengembangkan usaha mereka sendiri.
Keempat, pemerintah perlu bekerja sama dengan berbagai pihak terkait, termasuk platform gigs, serikat pekerja, dan organisasi masyarakat sipil untuk mengatasi isu-isu yang dihadapi oleh pekerja gig. Dialog dan kolaborasi yang baik dapat membantu merumuskan kebijakan yang lebih inklusif dan melindungi hak-hak pekerja gig.
Kelima, pemerintah perlu melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan kebijakan dan regulasi terkait gigs economy. Hal ini penting untuk memastikan bahwa perlindungan pekerja, kesetaraan, dan kesejahteraan ekonomi tercapai secara efektif. Pemantauan yang baik juga dapat membantu dalam mengidentifikasi perubahan tren dan kebutuhan SDM di era gigs economy.